Mengapa Hanya Imam Ali as dan Imam Husein as yang Bangkit Melawan Penguasa Zamannya?
Sejatinya, para Imam Suci as sudah melawan para penguasa sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Namun, sebagian mereka harus bentrok dengan keras bahkan harus berperang menumpahkan darah. Sebagian yang lain, karena tuntutan kondisi hanya mencukupkan diri dengan nasehat, bimbingan atau peringatan saja. Hal ini dapat dipahami melalui perjalanan hidup (sirah) mereka.
Lebih jelasnya, pertama-tama harus diketahui, bahwa Imam Ali as sendiri selama 25 tahun duduk di rumah dan tidak melakukan perlawanan serius dengan para penguasa zamannya. Bahkan beberapa kali beliau bekerja sama dan mendukung para penguasa zamannya untuk menjaga eksistensi dan maslahat umat Islam saat itu.
Sejarah mencatat beliau berembuk dan memberi arahan kepada Khalifah kedua saat ingin menaklukkan Iran. Beliau juga terlibat dan memiliki andil dalam pengadilan-pengadilan yang terjadi di masa Khalifah tersebut. Sebagaimana beliau juga menjadi mediator antara Khalifah Utsman dan para pemberontaknya sangat pengepungan terjadi.
Imam Ali as selama pemerintahannya melakukan perlawanan keras (militer) hanya ketika menghadapi para pelanggar kesepakatan atau membasmi mereka yang memberontak terhadap beliau.
Dalam sejarah Imam Husein as pun juga demikian. Beliau tidak bangkit melawan sampai usia 60 tahun yaitu sampai Muawiyah meninggal. Ketika Imam Hasan as syahid para syi’ah menyeru beliau untuk bangkit, Imam menyuruh mereka untuk bersabar sampai Muawiyah meninggal. Beliau memulai semua pergerakan setelah kematiannya dan kondisi sudah mulai kondusif. Dan faktanya, setelah kejadian Karbala, situasi dan kondisi untuk bangkit tidak didapatkan lagi oleh para imam selanjutnya.
Oleh karena itu, para Imam suci yang lain lebih banyak menyibukkan diri dengan pendidikan dan bimbingan. Mengader dan membina para fakih, ahli teologi dan tokoh-tokoh di berbagai bidang keilmuan.
Untuk lebih jelasnya terkait sikap dan tindakan para Imam dalam melawan para penguasa di masanya, kita harus tahu terlebih dahulu tahapan demi tahapan yang dilakukan oleh mereka saat menghadapi peristiwa-peristiwa tersebut. Berikut penjelasan singkat tahapan demi tahapan tersebut.
Tahapan pertama, tahapan ini bisa kita namakan tahapan menghadapi penyimpangan / musibah pertama. Peristiwa Saqifah dan semangat kabilahisme (kesukuan) yang begitu dominan telah menyingkirkan Khalifah yang hak dari kursinya. Sehingga sikap dan perlawanan yang harus diambil adalah memberi pencerahan terhadap umat serta membedakan di depan mereka dua model pemerintahan; pemerintahan ilahi dan pemerintahan non ilahi. Tahapan dan fase ini dilakukan oleh empat Imam awal.
Tahapan kedua, adalah tahap di mana para imam menghadapi penyimpangan ulama dan ahli fikih. Fase ini dinahkodai oleh Imam Bagir as, Imam Shadiq as dan Imam Kadhim as. Mereka melawan dengan mendesain struktur pemikiran Syi’ah secara utuh dan terperinci. Tujuan fase kedua ini adalah bagaimana caranya mengenalkan hukum-hukum Syi’ah secara luas.
Tahapan ketiga, adalah tahapan pengembangan aktifitas politis dan perluasan unit-unit masyarakat Syi’ah dan peningkatan keilmuan mereka. Serta penugasan sebagian mereka ke tengah-tengah masyarakat.
Setelah fase kedua sukses, fase ini dimulai oleh Imam Ridho as. Di mana begitu banyak Syi’ah yang terjun ke Masyarakat membangun lembaga-lembaga kemasyarakatan sehingga hampir saja Imam as merengkuh kekuasaan yang membuat waswas penguasa saat itu.
Para pecinta mazhab Ali as semakin bertambah di dunia Islam kala itu. Para imam dalam fase ini melakukan dua hal fundamental:
- Upaya menyusun pemikiran dan kesadaran teologis dan budaya kemazhaban.
- Upaya penyadaran dan persiapan untuk sebuah pergerakan.
Tahapan keempat, pada tahap ini kita menyaksikan para Imam as, konsen / fokus dalam membina dan mengayomi tokoh-tokoh binaan mereka sebagai contoh pribadi mukmin yang unggul. Para Imam membangun jaringan dan kader-kader yang menjadi jubir dan mata-mata sebagai kontra intelijen para penguasa yang semakin ketat mengawasi gerak-gerik para imam. Imam Taqi as, Imam Naqi as dan Imam Hasan Askari as adalah pengisi tahapan ini. Ketatnya pengawasan dan teror dari para penguasa ini merupakan salah satu sebab gaibnya Imam Mahdi as.
Tahapan kelima, adalah masa kemunculan Imam Mahdi as, di mana dunia akan dipenuhi oleh keadilan dan lenyapnya kezaliman dari muka bumi ini.
Para imam suci dengan menerapkan strategi-strategi di atas termasuk juga taqiyah, mampu menjaga eksistensi Syi’ah dan berhasil mengembangkannya sampai saat ini. Jika hal ini tidak dilakukan niscaya Syi’ah akan punah seperti Khawarij atau akan tetap menjadi minoritas yang terpinggirkan seperti Zaidiyah dan tidak memiliki khazanah keilmuan sedikitpun.
Dengan demikian, para imam telah bangkit memperjuangkan kebenaran sesuai dengan tuntutan masanya. Ada yang dengan senjata, ada yang dengan pena dan ada yang doa.[*]