Menyelami Makna Zikrullah (2): Faktor-faktor Zikir
[Sambungan dari tulisan pertama Makna Zikir]
Ada hal yang perlu kita cermati dan renungkan, yaitu hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ahlul bait menganggap zikir sebagai fardu (kewajiban) yang paling sulit. Kewajiban ini harus dilakukan dalam setiap keadaan. Dalam pengertian, bahwa setiap orang mukmin harus mendidik dirinya supaya zikir menjadi malakah (mengakar/mendarah daging) dalam dirinya, yakni zikir kepada Allah harus menembus rohaninya, sehingga dzikrullah mencegahnya dari perbuatan dosa yang rentan menyerangnya dan mentradisikan pelbagai macam zikir merupakan mukadimah untuk mendapatkan kondisi spiritual ini.
Faktor-faktor Zikir
Tema terpenting dalam pasal ini adalah mengenal sebab-sebab zikir dan faktor-faktor kesinambungannya dalam kehidupan. Dapat kami tegaskan—sesuai petunjuk Alquran dan Sunah—bahwa faktor terpenting zikir kepada Allah dan kesinambungannya ialah:
Memerangi Rintangan-rintangan Zikir Kepada Allah Azza Wajalla
Langkah pertama untuk memperoleh zikir dan kesinambungannya ialah mematikan virus-virus yang menggangu dzikrullah dan memerangi rintangan-rintangannya. Berdasarkan petunjuk Alquran dan Sunah, setiap perbuatan yang melemahkan daya pikir manusia dan melumpuhkannya, seperti ketertarikan kepada dunia dan meminum khamer (minuman keras) serta judi dan hiburan yang ilegal dan panjang angan-angan serta perut kenyang (banyak makan), semua itu akan mengundang hegemoni setan terhadap saluran kesadaran manusia dan mencegahnya dari dzikrullah.
Menguatkan Pengenalan Terhadap Allah Swt
Setelah menumpas pelbagai virus yang menyerang dzikrullah maka setiap langkah yang mengarah pada penguatan bangunan pengenalan terhadap Allah pada manusia, hal tersebut akan membantu kesinambungan dzikrullah. Sebab, Allah Swt adalah manifestasi kesempurnaan dan keindahan yang absolut. Oleh karena itu, setiap kali pengetahuan manusia berkaitan dengan Tuhannya bertambah maka secara otomatis rasa cintanya pun kepada-Nya bertambah, dan setiap kali cintanya kepada-Nya meningkat maka zikir (ingat) kepada-Nya pun akan meningkat.
Baca: “Kematian Manusia di Tangan Siapa?“
Maka pecinta tidak akan pernah melupakan kekasihnya. Karena itu, manisnya mengingat sang kekasih dalam pandangan ahlul ma’rifah (para penempuh jalan spiritual)—sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Sayidina Ali—lebih manis daripada tidur. Disebutkan dalam hadis Qudsi: “Sungguh berbohong orang yang mengklaim bahwa ia mencintai-Ku, namun ketika datang waktu malam, ia tidur dari-Ku. Bukankah setiap pecinta suka menyendiri dengan kekasihnya?!”[1]
Mengingat Mati
Di samping menumpas virus-virus yang menyerang dzikrullah dan memperkuat bangunan pengenalan terhadap Allah, mengingat mati dan pelbagai konsekuensinya juga memengaruhi perhatian lebih manusia kepada Allah Swt.
Berdoa Supaya Manusia Dikarunia Ilham Zikir
Sesungguhnya ilham merupakan faktor zikir yang paling penting. Maka, ilham kepada hati supaya melakukan dzikrullah merupakan nikmat Ilahi yang paling besar, sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi saw.: “Tiada anugerah yang Allah Swt karuniakan kepada hamba-hamba-Nya yang menyamai ilham yang diberikan-Nya kepada mereka supaya zikir (ingat) kepada-Nya.”
Baca: “Manusia Sampai Rela Mati“
Salah seorang arif besar berkata: “Berusahalah supaya Allah Swt mengilhami kalian zikir kepada-Nya. Dan ilham zikir akan disertai dengan pelbagai konsekuensinya, di antaranya ialah kesinambungan zikir.”
Sesuai ajaran ahlul bait, doa merupakan usaha yang paling efektif dan memiliki pengaruh yang paling kuat untuk mendapatkan ilham zikir dan merasakan manisnya. Karena itu, para pemimpin Islam seringkali memohon kepada Allah Swt—melalui doa mereka—supaya diilhami-Nya zikir kepada-Nya, sebagaimana terdapat dalam Munajat Sya’baniyyah yang diriwayatkan oleh Sayidina Ali radiyallahu ‘anhu: “Ilahi, ilhamilah daku kecintaan kepada zikir kepada-Mu menuju zikir kepada-Mu.”
Referensi:
[1] Al Amali, karya ash Shaduq, hal. 438, hadis 577, Bihar al Anwar, juz 13, hal. 329, hadis 7.