Menyelami Makna Zikrullah: Makna Zikir
Mengingat Allah itu menguatkan Berkaitan dengan kata ” ذَکَرَ “ (dzakara), para pakar bahasa menyebutkan dua makna: pertama, الذکر (al dzikr) anonim dari النسیان (an nisyan) yang berarti lupa dan kedua, الذکورة (adz dzukurah) yang berarti laki-laki anonim dari الانوثة (al unutsah) yang bermakna perempuan.
َAr Raghib al Isfahani menjelaskan makna adz zikr anonim dari an nisyan (lupa) sebagai berikut:
Kata al dzikr (zikir) terkadang bermakna suatu bentuk/rupa dari jiwa, dimana dengannya manusia dapat menjaga apa yang diperolehnya dari ilmu/pengetahuan. Ia seperti al hifzh (menghafal). Hanya saja, menghafal dikatakan ketika seseorang membuat atau melakukannya, sedangkan zikir dikatakan ketika seseorang menghadirkannya. Dan terkadang zikir juga dipakai dalam makna kehadiran sesuatu dalam hati atau pun dalam ucapan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa zikir itu ada dua model: zikir dengan hati dan zikir dengan lisan/mulut. Dan masing-masing dari keduanya merupakan dua tipe, yaitu zikir (ingat) karena lupa dan zikir bukan karena lupa, tetapi kesinambungan hafalan. Dan setiap ucapan disebut zikir.[1]
Baca: “Nasihat Imam Ja’far Shadiq as. Tentang Berzikir“
Bila kita amati akar kata zikir tersebut maka tampak bagi kita bahwa asal maknanya adalah al dzikr fi muqabil al anisyan (zikir: baca ingat yang merupakan anonim/lawan dari lupa). Bila kata zikir digunakan dalam makna-makna selainnya maka itu semata-mata ada keterkaitan dengan makna asalnya. Penggunaan kata ini memiliki ciri khas tersendiri yang menuntut ingatan manusia dan kesadarannya. Sehingga ketika dikatakan “dzakar” dan “mudzakar” untuk anak laki-laki karena anak laki-laki identik dengan ingatan/kenangan terhadap ayahnya dan namanya serta keabadian keduanya.
Zikir dalam Alquran dan Sunah
Kata al dzikr (zikir) dalam Alquran dan Sunah diterapkan dalam banyak penggunaan, namun yang kami akan bahas di sini adalah dzikrullah (ingat terhadap Allah Swt) yang merupakan lawan dari lupa dan lalai terhadap-Nya.
Berdasarkan ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang akan kami sebutkan dalam pasal ini, dzikrullah merupakan tujuan dari seluruh ibadah, tujuan dari pelbagai program pembinaan dan kesempurnaan ajaran Islam dan amalan-amalan manusia yang paling afdal, baik yang bersifat jasmani maupun rohani serta amalan yang paling membangun/menggugah manusia. Sebagaimana diriwayatkan dalam sabda Nabi saw.: “Sesungguhnya tiada amalan yang lebih dicintai Allah Swt dan lebih menyelamatkan manusia dari keburukan di dunia dan akhirat daripada dzikrullah (zikir kepada Allah).”
Baca: “Munajat Para Pezikir“
Karena itu, dzikrullah merupakan satu-satunya ibadah yang tidak memiliki batas dalam hukum-hukum agama, bahkan ia sangat ditekankan kapan saja dan dimana saja dan semakin banyak maka semakin baik, sebagaimana ditegaskan dalam pernyataan Sayidina ash Shadiq: “Segala sesuatu itu mempunyai batasan yang akhirnya dapat dicapai kecuali zikir. Maka, zikir itu tidak memiliki batas akhir.”
Makna Zikir
Sesungguhnya hakikat zikir adalah konsentrasi hati kepada Pencipta alam semesta dan kesadaran bahwa alam ini berada dalam pengawasan Allah Swt serta manusia berada dalam hadapan-Nya. Makna demikian ini tidak akan pernah terwujud kecuali dengan dua syarat: pertama, pengenalan yang hakiki terhadap Allah Swt dan kedua, perhatian kepada-Nya.
Dengan kata yang lebih jelas, selama manusia belum mengenal Pencipta hakiki alam semesta maka ia tidak akan pernah berhasil mengingat-Nya. Berdasarkan hal ini, orang-orang yang menyembah sesuatu yang bukan sembahan yang hakiki maka sejatinya mereka tidak mengingat apa yang mereka sembah, namun mereka hanya mengingat sangkaan mereka. Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt berfirman:
إِنْ هِيَ إِلاَّ أََسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوْهَا أَنْتُمْ وَ آبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِِعُوْنَ إِلاَّ الظَّنَّ وَ مَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun (untuk menyembahnya). Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. [2]
Ketika manusia mengenal Tuhannya yang sebenarnya dan ia melihat dirinya ada di hadapan-Nya maka pengaruh pertama dari zikir kepada Allah Swt adalah ketaatan kepada-Nya. Jadi, bila pengetahuan manusia terhadap Allah dan zikir kepada-Nya bertambah maka ketaatan kepada-Nya pun secara otomatis akan meningkat.
Baca: “Zikir Pemberi Syafaat“
Karena itu, pelaksanaan kewajiban-kewajiban Ilahi dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan merupakan tanda pengenalan yang hakiki dan zikir yang hakiki. Adapun orang yang berzikir kepada Allah dengan lisannya namun perbuatannya tidak sejalan dengan ucapannya maka orang tersebut dianggap lalai dan lupa, bukan pezikir, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang taat kepada Allah maka ia ingat kepada-Nya, meskipun sedikit salat, puasa dan tilawahnya. Dan barang siapa bermaksiat kepada Allah maka ia telah lupa kepada-Nya, meskipun banyak melaksanakan salat, puasa dan membaca ayat Alquran.”
Sesungguhnya penafsiran zikir ini menjelaskan kepada kita bahwa hakikat zikir adalah kosentrasi hati yang bertitik tolak dari pengenalan yang hakiki terhadap Allah Swt yang disertai dengan kesadaran akan tanggung jawab.
Referensi:
[1] Mufradat Alfazh al Qur’an, hal. 328.
[2] QS. An Najm: 23.
Munajat, Bisikan Cinta Dalam Doa – Safinah Online
8 September 2016 @ 7:25 am
[…] adalah salah satu bentuk doa selain wirid, dzikir dan tawasul. Dalam KBBI munajat dijelaskan sebagai doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan […]