MLM: Halal atau Haram?
Multi Level Marketing (MLM) adalah sistem pemasaran yang mengandalkan penjualan langsung (direct selling) melalui jaringan distributor yang membentuk piramida berantai. Misalnya, Perusahaan X memasarkan produk barangnya (katakanlah, namanya Y) kepada distributor A, B, dan C. Masing-masing distributor tersebut, selain membeli produk Y dari Pabrik X, juga memasarkan produknya kepada pihak lain. A merekrut distributor di bawahnya (misalnya D-E-F). Begitu juga dengan B, dia akan mencari distributor-distributor lainnya. Dalam skema pemasaran tersebut, A disebut upline untuk D-E-F, sedangkan D-E-F adalah downline bagi A. Para distributor yang menjadi downline itu, selain membeli produk Y, juga mencari para distributor lain berikutnya (lihat gambar).
Salah satu hal yang menggiurkan para peminat MLM adalah sistem komisi yang diberlakukan kepada para distributor yang berada pada posisi upline. Setiap rekruitmen dan pemasaran produk yang berlangsung di tingkat bawah akan memberikan keuntungan bagi upline. Jadi, distributor A akan memperoleh komisi berlimpah ruah ketika mata rantai jaringan distributor-konsumen di bawahnya mencapai angka yang sangat besar. Saat itu, tanpa perlu bekerja apapun lagi, A akan menikmati keuntungan besar. Keuntungan itu bahkan akan berlangsung secara terus menerus, selama proses rekruitmen masih berlangsung.
Bagaimanakah hukum sistem pemasaran ini dalam pandangan Islam? Dalam pandangan Islam, untuk urusan muamalah (bukan ibadah mahdhah), Allah menyerahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membuat aturan-aturan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, dalam pandangan Islam, sistem ekonomi bisa berkembang dan inovatif. Namun, karena akal manusia itu berpotensi ‘kalah’ oleh hawa nafsu dan bujuk rayu setan, Allah telah menetapkan batasan-batasan, demi mencegah terjadinya penyimpangan. Ada lima batasan yang wajib ditaati manusia dalam membuat aturan atau sistem ekonomi, yaitu:
- Muamalah harus berdasarkan kebenaran dan keadilan; muamalah tidak boleh mengandung unsur kebatilan (akl al-mal bil-bathil). Muamalah dianggap benar jika kedua pihak saling memberikan barang dan atau jasa secara seimbang.
- Muamalah tidak boleh menimpakan kerugian (dharar/dhirar) pada orang lain.
- Perjanjian/kontrak dalam muamalah tidak boleh samar-samar. Hak dan tanggung jawab masing-masing pihak harus jelas; tidak boleh ada celah sedikitpun untuk menipu (gharar).
- Tidak boleh mengandung unsur riba.
- Tidak boleh mengandung unsur perjudian/spekulasi (maysir).
Penjelasan terkait masalah di atas dan hubungannya dengan tema yang sedang kita bahas (MLM) lumayan cukup panjang dan lebar. Tidak mungkin memaparkan keseluruhannya secara detail di sini. Cukuplah di sini kami sampaikan bahwa pembahasan para ulama terkait dengan sistem ini (bagi yang bisa mengakses bahasa Farsi, penjelasan tersebut bisa dibaca pada: http://www.azaript.com.) menghasilkan kesimpulan bahwa MLM itu haram karena:
- Melanggar tiga prinsip nomor 1, 2, dan 3 atas, yaitu akl al-mal bil-bathil, dharar/dhirar, dan gharar.
- Ambigu dalam jenis akad, padahal akad adalah penentu dalam halal dan haramnya sebuah transaksi. MLM tidak bisa disebut jual beli, sebab jual beli akan selesai dengan diterimanya barang oleh pembeli dan uang oleh penjual. MLM juga bukan juga bukan bentuk transaksi bagi-hasil (mudharabah), karena tidak ada mekanisme investasi yang jelas.
Atas dasar itulah, semua marja (termasuk Imam Ali Khamenei, Ayatullah Sistani, Ayatullah Makarim Syirazi, Ayatullah Behjat (alm), Ayatullah Lankarani, dll) secara jelas menyampaikan fatwa bahwa bisnis MLM dan yang sejenis dengannya sebagai sesuatu yang terlarang/haram. (lihat http://ahkam40.parsiblog.com/Posts/5/).
Perlu segera ditambahkan bahwa fatwa para marja di atas hanya menyangkut keharaman ikut dalam sistem pemasaran model MLM. Adapun sekedar membeli produk yang dijual dalam sistem MLM (tanpa ikut dalam sistemnya), hal tersebut bukanlah hal yang terlarang.